Kota Bandung dikenal sebagai kota yang banyak menghasilkan orang-orang kreatif, mulai dari musisi, pelukis, bahkan pemain film. Khusus untuk yang terakhir ini, tersebutlah nama bintang muda yang ngocol dan enerjik, Abdul Rahman Arif.
Sosoknya muncul pertama kali di layar lebar lewat lm Cewe Matrepolis. Di sini ia harus berperan sebagai lelaki biseks. Peran yang baginya termasuk berat untuk dilakoni. Maklum, pria yang masih masih tercatat sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung, ini termasuk muka baru.
“Pas pertama-tama kalinya ketemu kamera itu gue gemeteran dari ujung rambut ke ujung kaki. Sampe-sampe rambut gue yang tadinya lurus jadi sampe keriting kaya gini,” seloroh Adul. Ia memang dikenal sebagai pribadi yang humoris, senang bercanda.
Usai bermain dalam film yang disutradarai oleh Effi Zen ini, Adul kembali ke kehidupannya di Bandung. Ia melanjutkan kuliah sembari melakoni pekerjaan sebagai tenaga marketing. Reza memang tidak niat benar menjadi aktor. “Aduh nggak deh, gue hidupnya kaya gini, kebanyakan di jalan,” tukas Adul.
Tapi pergaulan luasnya pulalah yang menyeretnya ke dunia seni peran. Terlebih dia masih ada ikatan saudara dengan Revaldo, pemeran Bono dalam film 30 Hari Mencari Cinta. “Awalnya gue sering ke Jakarta itu karena gue sering diajak sama Revaldo, dia masih terbilang saudara sama gue,” tukas Adul. Di Jakarta ia pun bertemu dengan Angie, bintang film Virgin, yang menyarankannya untuk terjun ke dunia akting.
Akhirnya ia mencoba-coba untuk ikut casting, iseng-iseng berhadiah, katanya. Dan pria kelahiran 24 Mei 1987 ini akhirnya mendapat hadiahnya berupa peran di Cewe Matrepolis.
Walaupun usai Cewe Matrepolis, ia kembali ke Bandung, kehidupannya ternyata tetap saja bersinggungan dengan dunia hiburan. Dirinya yang konyol, dan dikenal sebagai penghibur di dalam lingkungan teman-temannya ini, kerap menjadi MC di berbagai kesempatan. “Palingan kalo temen gue main di klub, gue suka ngemcin mereka,” ujar Adul merendah.
Bila Cewe Metropolis merupakan buah iseng-iseng berhadiah, beda lagi ceritanya ketika dia bermain dalam film Pulau Hantu. Kisahnya cukup dramatis dan sedikit mengharukan, kata Adul. Kala itu, ia hanya memiliki uang lima ribu rupiah selepas pulang kerja jam sepuluh malam. Angkutan yang biasa dipakai Adul untuk pulang sudah tidak ada lagi yang beroperasi. “Mana gue belom makan lagi. Tapi tiba-tiba temen gue nelpon, ngajakin makan karena dia ulang taun. Nah kebeneran nih,” ungkap Adul dengan sedikit merasa menjadi orang paling beruntung di dunia saat itu. “Mumpung ulang tahun, akhirnya gue mesen makan yang paling mahal hehehe.”
Di tengah kenikmatan menyantap makanan mahal itulah, Adul mendapat berkah lain. Ia mendapat telepon dari saudaranya Ufara Dzikri, yang juga bermain di Pulau Hantu, mengajak kembali bermain film. Adul langsung mengiyakan. Saat itu juga suara di ujung sana beralih. Kali ini ternyata ia dihubungi langsung oleh Jose Poernomo, sang sutradara. “Dia nanya, siapa nih? Adul, gue jawab. Punya pengalaman akting ngga? Punya, kata gue lagi. Ya, gue jawabnya kayak gitu, kaya songong gitu deh. Dan gue ngga tau kalo yang ngomong mas Jose,” kenang Adul.
Akhirnya Adul pun diminta untuk ke Jakarta keesokan harinya. “Hah? Besok? Gimana? Duit gue juga tinggal goceng.” Adul menjadi panik sendiri. Namun saat itu adalah saat dimana Adul masih menjadi orang yang beruntung. Adul diantar pulang oleh temannya sampai ke rumah. Selamatlah duit lima ribuannya. “Dasar emang nasib gue lagi baik, duit goceng gue utuh euy,” kenang Adul.
Keesokan harinya, dengan bantuan uang pinjaman dari ibunya, Adul pun berangkat ke Bogork ke rumah saudaranya Ufara Dzikri. Dari sana mereka berdua akan bersama-sama ke Jakarta bertemu Jose Poernomo.
Adul sempat merasa dicuekin ketika ia datang ke lokasi casting di bilangan Simprug. Ia hanya diminta membaca skrip, tapi tidak di-casting sama sekali. “Hah udah deh, balik ke Bandung lagi nih, pikir gue. Tapi duit hasil pinjeman dari nyokap gue tinggal enam ribu, gimana caranya balik ke Bandung? Pusing nih gue,” ungkap Adul.
Tapi, ternyata Adul tetap dibawa ke lokasi reading. Kali ini ia diminta untuk berakting sebagai Nero yang suka ngebanyol. Selesai itu, ia kembali merasa dicuekin. Tidak tahan dengan situasi yang kurang mengenakkan tersebut, sembari memikirkan uang di kantong yang tinggal enam ribu, Adul akhirnya memberanikan diri menanyakan statusnya kepada Jose Poernomo, sang sutradara. “Mas, gimana nih, saya balik ke Bandung apa stay di Jakarta aja,” tukas Adul meniru ucapannya waktu itu.
“Lah emang kenapa harus nanya lagi? ya udah suruh yang di Bandung nge-pack-in barang lo, suruh kirim ke Jakarta.”
Titah telah diputuskan. Sontak perasaan Adul campur aduk menjadi satu, senang, bangga, dan haru karena tidak sia-sia ia meminjam uang mamanya. “Hah gue diterima!? Gue seneng banget waktu itu, sampe-sampe gue nggak makan seharian. Nggak nyangka akhirnya gue diterima,” cerita Adul.
Biar pun dalam Pulau Hantu adegan yang melibatkan dirinya sebagai Nero tidak banyak, Adul merupakan salah satu pemain yang dibanggakan Jose. Karena itu pula kenapa sosok Nero kembali dihadirkan dalam Pulau Hantu 2. Padahal, sebelumnya, karakternya tersebut telah mati terbunuh.
Kemampuan akting Adul, ternyata membetot perhatian sutradara muda kawakan Rudy Soedjarwo. Dalam film terbarunya, Liar, Adul ikut ambil peran, walaupun lagi-lagi belum menjadi pemeran utama.
Ke depan, Adul ingin tidak hanya sebagai aktor. Ia ingin mengasah kemampuannya yang lain.“Gue sebenernya pengen jadi orang yang multitalented, yang nggak cuma sebagai pemain aja. Gue juga pengen punya kehlian lain yang bisa gue jual, pada saatnya gue udah ngga bisa berakting lagi,” tuturnya. “Tapi, definetly, big thanks to mas Jose Poernomo,” tambah Adul. (ajo)
No comments:
Post a Comment