Apa yang melatar belakangi munculnya MD Pictures?
Pada awalnya MD Entertaintment berdiri terlebih dahulu, dan kita memang fokus ke sinetron. Setelah itu baru saya coba naik satu tingkat ke film layar lebar. Ketika MD Entertaintment berdiri di tahun 2005, saya memperkirakan dalam kurun waktu tiga tahun, MD Pictures akan berdiri. Tapi ternyata di tahun 2007, saya sudah mulai. Saya sudah optimis untuk masuk ke dunia film layar lebar, dan rencananya Ayat-Ayat Cinta menjadi film pertama MD Pictures.
Visi kita mau besar di TV dan di film, dan kita fokus kesana. Ibaratnya kita mau jadi number one, trend setter. Ada MD Pictures dan MD Entertaintment, walaupun keduanya satu grup dan satu manajemen, keduanya mempunyai visi yang beda. Dan dari awal kita memang sudah prepare, dari TV baru masuk ke Film.
Memang sangat berbeda antara film dan sinetron, dan keduanya juga memiliki konsep yang berbeda, mulai dari angle pengambilan gambarnya, how to tell the story-nya juga beda, cara penanganannya juga berbeda, termasuk para pemainnya juga berbeda antara sinetron dan film.
Walaupun mereka bermain di dalam sinetron kemudian ke film, para pemainnya digarap dengan penggarapan yang beda, dan pasti akan memiliki perbedaan di antara keduanya. Misalnya Carissa Puteri, ternyata ada yang belum tahu kalau dia dulu itu pemain sinetron, karena ketika dia bemain dalam Ayat-Ayat Cinta, dia hadir dengan kualitas pemain film. Dan disitu letak keberadaan cara penganan antara film dengan sinetron.
Tidak, sangat selektif sekali, mulai dari image-nya, bagaimana dia bisa membawa diri. Dan yang terpenting adalah dia memiliki tampang di film.
Sebenarnya kita mau menjadikan Ayat-Ayat Cinta sebagai film pertama. Tapi selama enam bulan saya mencari sutradara, belum ada yang tepat. Akhirnya saya ketemu Hanung ketika itu. Nah ketika kita sedang mengerjakan skripnya, tiba-tiba Joko datang kesini dengan menawarkan cerita Kala. Dan saya pikir, cerita ini adalah sebuah cerita yang beda, dan berani.
Ngeramein pasar, apakah ini mau menunjukkan eksitensi MD Pictures di awal?
Saya tidak perlu menunjukkan eksistensi MD Pictures, karena untuk menunjukkan eksistensi tidak hanya dengan cara mengikuti pasar atau sekedar ikut arus, tapi lebijh kepada bagaimana menghadirkan sesuatu yang berani dan berbeda.
Besar, di atas 7 milyar! Tapi itu sudah termasuk seluruh biaya, mulai dari promosi dan produksi. Tapi buat saya, it’s ok! Dan memang membutuhkan penonton sebanyak 1,5 juta penonton untuk bisa untung dari film tersebut, dan itu tidak mudah dengan film yang segmented seperti itu. Tapi film itu bisa meraih penonton sekitar 70.000 penonton.
Ya, dan tidak apa-apa kita memang mau bereksperimen, seberapa jauh dan seberapa besar pasar bisa menerima film seperti ini, dan saya tahu itu. Karena memang saya membuat film itu untuk penonton. Itu misi saya, harus untuk penonton, dan itulah kenapa akhirnya Kala menjadi eksperimen. Cuma memang agak diluar perkiraan.
Nggak! Karena memang tidak mudah untuk membuat film seperti Ayat-Ayat Cinta, dan jujur itu sangat nggak gampang.
Berarti lebih gampang membuat film horror?
Lebih mudah, tapi bukannya lebih gampang, tapi memang lebih mudah dibanding dengan Ayat-Ayat Cinta.
Dari seluruh film tersebut selalu ada pesan moral di dalamnya. Kembali lagi, misi saya adalah memberikan hiburan kepada penonton dengan memberikan tontonan yang mereka sukai, tapi dengan selalu ada pesan moral di dalamnya, dengan artian tidak memberikan message yang salah, itu yang penting bagi saya.
Kalau menurun sih nggak, tapi sekarang horror lebih kompetitif, dalam artian harus bisa menampilkan sesuatu yang berbeda, karena memang penonton menginginkan program yang lebih bagus lagi. Kalau memang tidak bagus, out saja.
Suster Ngesot terbaik, dan Kesurupan terburuk.
Dari segi pasar, Kesurupan memang film yang paling tidak diterima oleh masyarakat. Tidak menjamin kalau ada seorang sutradara terkenal di belakangnya, filmnya pasti laku.
Dari awal, saya memang sudah yakin akan keberhasilan film ini, karena saya memang terjun langsung mengawasi step by step dari awal hingga akhir. Istilahnya, mulai dari skrip berjalan, masuk ke revisi-revisi, sampai akhirnya skrip ada yang saya ubah, karena menurut saya skrip waktu itu tidak komersial.
Itu harus, mau caranya seperti apa saya harus mengeluarkan satu film dalam setiap bulannya. Kalau keinginan saya kuat, pasti saya akan lakukan.
Percaya atau tidak, adalah indra keenam. Dalam artian kita harus bisa membaca pasar, harus berani membuat film. Kalau film nggak laku, bukan berarti kita nggak membuat film yang aneh-aneh, itu salah. Karena kita akan membuat penonton kita tidak confident untuk menonton yang segmented. Intinya harus berani dengan kalkulasi yang baik.
No comments:
Post a Comment