Friday, June 6, 2008

Interview dengan Manoj Punjabi

Dominasi warga keturunan India, memang sudah sangat dikenal dalam bisnis perfilman di Indonesia. Salah satunya adalah Manooj Punjabi yang dikenal dengan rumah produksi MD Pictures. Namun sebelum MD Pictures berdiri, MD Entertainment telah muncul terlebih dahulu, namun hanya terbatas dalam produksi sinetron.

Manooj Punjabi adalah anak dari Dhamoo Punjabi yang merupakan adik dari Raam Punjabi. MD berdiri setelah Dhamoo Punjabi hengkang dari rumah produksi kakaknya, Multivision Plus.

Saat ini, Manoj melalui MD Pictures-nya telah memproduksi 7 judul film, seperti Kala, Suster Ngesot. Lawang Sewu, Hantu Jembatan Ancol, Kesurupan, Namaku Dick, serta sebuah film box office Indonesia, Ayat-Ayat Cinta yang telah ditonton oleh lebih dari empat juta orang.

Bertempat di kantor MD Pictures di bilangan Tanah Abang, wartawan kami, Adjo, berkesempatan melakukan wawancara ekslusif dengan Manooj di tengah jadwal acaranya yang padat.

Manooj secara blak-blakan menjawab pertanyaan mulai tentang kesuksesan film Ayat-Ayat Cinta hingga rugi besar yang dideritanya ketika memproduksi Kala. Manooj juga secara jujur memberi penilain tentang film-film horror yang diproduksi MD Pictures. Berikut petikannya:

Apa yang melatar belakangi munculnya MD Pictures?

Pada awalnya MD Entertaintment berdiri terlebih dahulu, dan kita memang fokus ke sinetron. Setelah itu baru saya coba naik satu tingkat ke film layar lebar. Ketika MD Entertaintment berdiri di tahun 2005, saya memperkirakan dalam kurun waktu tiga tahun, MD Pictures akan berdiri. Tapi ternyata di tahun 2007, saya sudah mulai. Saya sudah optimis untuk masuk ke dunia film layar lebar, dan rencananya Ayat-Ayat Cinta menjadi film pertama MD Pictures.

Apa visi dari MD Pictures itu sendiri?

Visi kita mau besar di TV dan di film, dan kita fokus kesana. Ibaratnya kita mau jadi number one, trend setter. Ada MD Pictures dan MD Entertaintment, walaupun keduanya satu grup dan satu manajemen, keduanya mempunyai visi yang beda. Dan dari awal kita memang sudah prepare, dari TV baru masuk ke Film.

Sinetron sering disebut mempunyai kualitas yang lebih rendah dibanding film, namun Anda bermain di kedua bidang tersebut...

Memang sangat berbeda antara film dan sinetron, dan keduanya juga memiliki konsep yang berbeda, mulai dari angle pengambilan gambarnya, how to tell the story-nya juga beda, cara penanganannya juga berbeda, termasuk para pemainnya juga berbeda antara sinetron dan film.

Tetapi tidak jarang artis-artis MD Entertaintment juga bermain di MD Pictures?

Walaupun mereka bermain di dalam sinetron kemudian ke film, para pemainnya digarap dengan penggarapan yang beda, dan pasti akan memiliki perbedaan di antara keduanya. Misalnya Carissa Puteri, ternyata ada yang belum tahu kalau dia dulu itu pemain sinetron, karena ketika dia bemain dalam Ayat-Ayat Cinta, dia hadir dengan kualitas pemain film. Dan disitu letak keberadaan cara penganan antara film dengan sinetron.

Apakah semua pemain MD Entertaintment bisa bermain di MD Pictures ?

Tidak, sangat selektif sekali, mulai dari image-nya, bagaimana dia bisa membawa diri. Dan yang terpenting adalah dia memiliki tampang di film.

MD Pictures lahir dengan Kala sebagai film perdana, apa pertimbangannya?

Sebenarnya kita mau menjadikan Ayat-Ayat Cinta sebagai film pertama. Tapi selama enam bulan saya mencari sutradara, belum ada yang tepat. Akhirnya saya ketemu Hanung ketika itu. Nah ketika kita sedang mengerjakan skripnya, tiba-tiba Joko datang kesini dengan menawarkan cerita Kala. Dan saya pikir, cerita ini adalah sebuah cerita yang beda, dan berani.

Saya mau membangun image MD Pictures sebagai rumah produksi yang berani, atau dengan kata lain berani rugi karena membuat film yang segmented seperti Kala. Dengan sadar saya katakan, bahwa saat itu, saya tahu bahwa film Kala akan rugi. Tapi saya pikir, bolehlah kita buat film Kala sebagai film pertama. Tadinya saya mau membuat dua film ketika itu, Kala dan Ayat-Ayat Cinta, tapi akhirnya mendadak membuat Suster Ngesot untuk ngeramein pasar.

Ngeramein pasar, apakah ini mau menunjukkan eksitensi MD Pictures di awal?

Saya tidak perlu menunjukkan eksistensi MD Pictures, karena untuk menunjukkan eksistensi tidak hanya dengan cara mengikuti pasar atau sekedar ikut arus, tapi lebijh kepada bagaimana menghadirkan sesuatu yang berani dan berbeda.

Dan hal itu saya buktikan dengan menghadirkan Ayat-Ayat Cinta yang sukses dan pada akhirnya banyak bermunculan film-film drama religi. Atau dengan film Kala yang saya buktikan dengan saya berani rugi. Point saya ada di dua film itu. Film yang lain, oke lah saya memang menampilkan sisi komersial, namun dibalik itu, hal tersebut menjadi suatu pembelajaran bagi saya dengan film apa penonton merasa terhibur, hingga saya juga tahu pasaran maunya apa.

Memangnya berapa kerugian yang dihasilkan dari film Kala?

Besar, di atas 7 milyar! Tapi itu sudah termasuk seluruh biaya, mulai dari promosi dan produksi. Tapi buat saya, it’s ok! Dan memang membutuhkan penonton sebanyak 1,5 juta penonton untuk bisa untung dari film tersebut, dan itu tidak mudah dengan film yang segmented seperti itu. Tapi film itu bisa meraih penonton sekitar 70.000 penonton.

Jadi bisa dikatakan kalau film Kala adalah eksperimen anda?

Ya, dan tidak apa-apa kita memang mau bereksperimen, seberapa jauh dan seberapa besar pasar bisa menerima film seperti ini, dan saya tahu itu. Karena memang saya membuat film itu untuk penonton. Itu misi saya, harus untuk penonton, dan itulah kenapa akhirnya Kala menjadi eksperimen. Cuma memang agak diluar perkiraan.

Setelah Kala, film horror justru yang paling banyak diproduksi oleh MD Pictures. Terlalu mengikuti aruskah?

Nggak! Karena memang tidak mudah untuk membuat film seperti Ayat-Ayat Cinta, dan jujur itu sangat nggak gampang.

Berarti lebih gampang membuat film horror?

Lebih mudah, tapi bukannya lebih gampang, tapi memang lebih mudah dibanding dengan Ayat-Ayat Cinta.

Dari semua film horror Anda, apakah ada benang merah yang ingin disampaikan oleh Anda?

Dari seluruh film tersebut selalu ada pesan moral di dalamnya. Kembali lagi, misi saya adalah memberikan hiburan kepada penonton dengan memberikan tontonan yang mereka sukai, tapi dengan selalu ada pesan moral di dalamnya, dengan artian tidak memberikan message yang salah, itu yang penting bagi saya.

Popularitas film horror sedang menurun, apakah masih akan memproduksi film horror lagi?

Kalau menurun sih nggak, tapi sekarang horror lebih kompetitif, dalam artian harus bisa menampilkan sesuatu yang berbeda, karena memang penonton menginginkan program yang lebih bagus lagi. Kalau memang tidak bagus, out saja.

Dari semua film horror produksi MD, mana yang terbaik dan yang terburuk?

Suster Ngesot terbaik, dan Kesurupan terburuk.

Kenapa bisa seperti itu, Kesurupan sendiri disutradarai oleh seorang Rizal Mantovani ?

Dari segi pasar, Kesurupan memang film yang paling tidak diterima oleh masyarakat. Tidak menjamin kalau ada seorang sutradara terkenal di belakangnya, filmnya pasti laku.

Ayat-Ayat Cinta hadir dengan empat juta penonton, tanggapan Anda?

Dari awal, saya memang sudah yakin akan keberhasilan film ini, karena saya memang terjun langsung mengawasi step by step dari awal hingga akhir. Istilahnya, mulai dari skrip berjalan, masuk ke revisi-revisi, sampai akhirnya skrip ada yang saya ubah, karena menurut saya skrip waktu itu tidak komersial.

Karena apa yang saya pelajari dari film Kala adalah seperti itu, saya bilang sama Hanung, kalau skrip ngga diubah saya nggak akan mau syuting. Jadi passion saya memang ada di film ini. Dan saya sangat yakin ketika itu, saya bilang sama wartawan waktu acara selamatan untuk dimulainya film Ayat-Ayat Cinta, saya bilang ke wartawan kalau film ini akan menjadi Titanic-nya Indonesia.

Dengan kesuksesan tersebut, masih akan tetap mengeluarkan satu judul film setiap bulannya ?

Itu harus, mau caranya seperti apa saya harus mengeluarkan satu film dalam setiap bulannya. Kalau keinginan saya kuat, pasti saya akan lakukan. Ada kemauan pasti ada jalan keluar. Karena bagi saya MD Pictures itu akan besar sekali, akan go international. Kami harus menjadi tuan rumah di negara sendiri, jadi harus benar-benar film yang besar.

Apa formulanya?

Percaya atau tidak, adalah indra keenam. Dalam artian kita harus bisa membaca pasar, harus berani membuat film. Kalau film nggak laku, bukan berarti kita nggak membuat film yang aneh-aneh, itu salah. Karena kita akan membuat penonton kita tidak confident untuk menonton yang segmented. Intinya harus berani dengan kalkulasi yang baik.

Saya senang film yang meledak, tapi yang meledak adalah film yang bagus. Kalau film jelek yang meledak, itu saya pusing, karena kita nggak tahu film apa yang laku. Tapi kalau ada film yang bagus dan laku, berarti kita tahu kan bahwa penonton menginginkan film yang bagus. Coba kalau Ayat-Ayat Cinta nggak laku, beban saya besar sekali, nggak akan ada yang memproduksi film besar seperti itu lagi.

Berarti akan ada Ayat-Ayat Cinta lagi ?

Pasti! Saya akan membuat sebuah film yang besar, suatu saat itu pasti. Kapannya, itu kembali lagi ke insting.***

No comments: