Friday, June 20, 2008

Jian Batar, Ditinggal Rasanya Sayang

Bermain film ternyata bisa menjadi alat terapi. Pengalaman ini diungkapkan oleh aktris muda Jian Batari. Maklum dara cantik ini ketika kecil mengaku sangat pemalu karena ia harus berpindah-pindah domisili. Jian pun tumbuh tanpa banyak waktu untuk bercengkrama dengan teman sebaya.Alasannya, malu dan terkadang juga takut menghadapi orang baru.

Tapi kok sekarang bisa jadi pemain film? Ternyata agak panjang juga ceritanya. Semua berawal dari lomba model. Sang ibu kerap membawanya ke plaza di Medan untuk ikut lomba model ketika masih remaja. ”Biar dia berani menghadapi orang banyak,” tutur sang ibu saat ditemui usai pemutaran film Mengaku Rasul di Planet Hollywood.

Bekal keberanian itu pun perlahan tumbuh. Apalagi ketika Jian masuk sebagai finalis model majalah Kawanku di tahun 2005. Seorang sutradara sinetron, Key Mangunsong, kemudian menyarankan dia untuk sekolah akting. ”Saya masuk Sakti Actor Studio,” demikian Jian memulai ceritanya. Di sanalah cewek alumni SMUN 30, Jakarta ini menerima dasar teori peran.

Tak lama belajar, satu per satu tawaranpun datang. Mulai dari iklan produk hingga sinetron dan FTV, salah satunya Anakku Bukan Anakku. Setelah itu, ada panggilan dari untuk bermain film layar lebar perdananya, KM 14. Agaknya film ini bukan debut yang berkesan buat Jian lantaran porsinya peran pembantu.

Di film kedua, Legenda Sundel Bolong, yang membuatnya sangat antusias. ”Senang banget! Ini sebuah kesempatan emas yang nggak setiap pemain bisa dapat dengan mudah, main film dengan sutradara Hanung,” begitu komentarnya. Kendati gugup, arahan sutradara pemenang Piala Citra 2005 ini sangat membuatnya nyaman. ”Mas Hanung tuh nggak yang keras dan galak.”

Legenda Sundel Bolong memang tak sekadar film horor. Selain legenda urban yang sudah mengakar di masyarakat, film ini mencoba bercerita tentang ketimpangan sosial. Jian termasuk beruntung bisa mendapat kesempatan untuk peran utama di sana. Dia harus memainkan dua karakter yang berbeda, sebagai Imah sang penari ronggeng dan sebagai sang hantu sundel bolong. ”Di saat aku jadi Imah, aku tuh harus yang menjadi wanita yang menggoda dan menggairahkan, ” celoteh Imah, eh Jian suatu kali.

Sebaliknya, saat menjadi sundel bolong Jian harus berakting memainkan wajah seram. Secara fisik, kulitnya harus dibuat gelap lantaran kulitnya yang terlalu putih. Tentu saja kondisi ini sungguh membuatnya lelah. Apalagi selama proses syuting, dia terus-menerus mengenakan busana tradisional, kebaya Sunda. Untunglah pihak sekolah memberikan dispensasi saat pembuatan film ini. Izin absen sekolah dberikan selama dua minggu. Hmmm, ini pasti karena faktor sutradara.

Faktor lawan main, juga menjadi semacam pelajaran akting buat Jian. Maklumlah, sebagai Imah dia beradu akting dengan aktor kelas Piala Citra, Tio Pakusadewo selain Baim si anak band. ”Awalnya aku gugup ketika tahu lawan mainnya adalah Baim, apalagi ada Om Tio yang telah lama di dunia film.” Kesempatan ini tak disia-siakannya, jika mentok tak segan Jian bertanya kepada seniornya di seni peran itu.

Awal 2008, ketika gelombang film religi menghempas bioskop, Jian ikut terbawa arus. Rumah produksi Starvision mengajaknya bermain dalam Mengaku Rasul. Peran santri bernama Rianti yang otaknya tercuci digenggamnya. ”Sempat nggak pede buat meranin Rianti. Berbeda banget karakternya, dari ronggeng ke perempuan yang ingin mendalami santri,” tuturnya.

Agaknya ucapan itu hanya sekadar basa-basi. Jian bisa dengan anggun bermain dalam film arahan Helfi Kardit itu lantaran diyakinkan oleh orang-orang dekat dan sang sutradara pula. ”Dibantu juga sama proses reading, baca buku biografi tentang rasul,” demikian kiat yang coba diuraikannya.

Lucu memang. Yang tadinya hanya sebuah proses terapi untuk berani kini malah membuat Jian kecanduan. ”Karena sudah sebegitu lamanya, kalau ditinggal rasanya sayang. Istilahnya kalau udah nyebur, ya udah nyebur aja sekalian. Jangan setengah-setengah,” papar Jian lagi. (bat)

No comments: