Friday, June 20, 2008

Tutie Kirana, Kembali ke Layar Lebar

Di tengah maraknya wajah segar yang berseliweran di layar lebar, terselip satu-dua yang terhitung veteran. Tutie Kirana menjadi salah satu nama yang dimaksud. Ibu dari Djenar Maesa Ayu ini termasuk aktris yang belakangan ini laris manis dan selalu muncul dalam film nasional. Pemilik nama asli Puji Astutie ini mulai tampil lagi sejak lima tahun silam dalam besutan Nia Dinata. Ca Bau Kan, setelah absen belasan tahun.

Saat ditawari bermain film itu Tutie sempat bertanya kepada Nia tentang siapa yang merekomendasikan namanya. ”Tahu nama Ibu dari Oom Remy,” terang Tutie mengulang ucapan sang sutradara. Remy Silado adalah penulis novel Ca Bau Kan, yang diangkat Nia ke layar lebar dengan judul yang sama.

Remy dan Tutie sendiri sempat main bareng dalam film Tinggal Sesaat Lagi, yang dibesut oleh sutradara Edward Pesta Sirait. Lewat film yang sama, Tutie masuk unggulan untuk Peran Pembantu Terbaik dalam FFI 1987. Dan setelah film tersebut kemudian namanya hilang dari gemerlap layar perak.

Kendati mengaku tidak tampil maksimal, tak pelak Ca Bau Kan menjadi peretas jalan Tutie untuk kembali di jalur film nasional. Pasalnya, setelah film itu beredar, berbondong-bondong sutradara meminangnya untuk tampil dalam film-film mereka. Sebut saja nama-nama macam Riri Riza (Gie dan Tiga Hari untuk Selamanya), Rudi Soedjarwo (Pocong 1—tak jadi diedarkan, dan In the Name of Love), Lola Amaria (Betina), Lance (Jakarta Undercover), dan terakhir ada Viva Westi (May).

Kisah tentang terjunnya Tutie ke dunia film terdengar sungguh klasik: main film karena mengantar saudara atau teman. Alkisah, awal 1970-an, Tutie datang mengantar rekannya Nuke Maya Saphira ke tempat Ratno Timoer. Sutradara Pitrajaya Boernama saat melihat Tutie langsung kepincut dan memberinya peran yang sama dengan pemain yang sudah lebih berkelas macam Nuke dan Camelia Malik dalam film Pendekar Bambu Kuning. Sedangkan Ratno Timoer sendiri menjadi pemeran utama dalam film yang dimaksud.

Pengalaman serupa terjadi lagi pada film berikut, Mama. Ketika itu, Tutie mengantar Agus Melasz berangkat casting pada sutradara Wim Umboh. Lagi-lagi Wim malah lebih tertarik kepada yang mengantar. ”Wah, gue ngga mau lakinya. Gue mau bininya aja,” demikian Tutie menirukan ucapan sang sutradara puluhan tahun silam. Walhasil, Tutie didapuk untuk sebuah peran utama dalam film 70 mm itu.

Kendati sempat bersuamikan seorang sutradara besar macam Sjuman Djaya tidak membuat Tutie kemaruk untuk tampil dalam filmnya. ”Aku bukan tipe orang yang aji mumpung,” ungkap Tutie.

Diakuinya, di era itu banyak aktris yang suaminya sutradara memanfaatkan betul kesempatan itu. ”Kalau aku mau Bung Sjuman itu membuat film kayak Atheis atau apa itu lamaran apa (maksudnya Pinangan- red), itu adalah peran-peran yang sebetulnya Bung Sjuman minta aku main pada saat itu. Tapi aku nolak,” terang Tutie. Alasannya, dia ingin menjadi dirinya sendiri.

Tak semua film yang disutradarai Sjuman, Tutie menolak untuk main. Ada satu alasan yang membuatnya mau berakting dalam Si Doel Anak Betawi. ”Karena aku ngefans ke Benyamin S,” terang Tutie tanpa ragu. Dia menyebut Benyamin luar biasa. ”Sampai ngga bisa syuting. Lihat tampangnya ketawa aja. Habis ekspresinya begitu.”

Dari sekian banyak film yang dimainkannya, Tutie menyebut film yang diproduksi tahun 1972, bertajuk Flamboyan sebagai film yang amat berkesan baginya. ”Itu film luar biasa. Baik untuk cerita maupun teknis ya, set-setnya. Untuk ukuran pada tahun itu sangat mahal. Luar biasa!” tutur Tutie. Namun karena masalah yang terjadi antara Sjuman dan produsernya, film itu batal beredar di pasaran. ”Itu filmnya Bung Sjuman sebelum Si Doel Anak Betawi.”

Bermain film agaknya sudah jadi candu buat Tutie. Katanya, seperti ada yang kurang jika lama tak berakting. Bedanya, kini dia tak harus repot-repot lagi untuk casting sana-sini, melainkan memang diminta untuk bermain. ”Soalnya ketika mereka meminta, kayanya serius,” ujar Tutie.

”Saya sudah dalam posisi yang nothing to loose. Aku sudah sampai di tempat seperti ini dengan usia segini. Bukan sok atau bagaimana, tapi terlalu ngoyo kalau aku harus ngelamar-ngelamar (peran). Jadi istilahnya ya nunggu untuk beberapa peran yang seharusnya aku yakin sutradara muda itu punya referensi, punya visi.” lanjut Tutie lagi.

Setelah puluhan tahun menjadi aktris, Tutie mencoba menjadi produser. ”Ini tantangan sekaligus coba-coba,” terang Tutie. Semua faktor campur-aduk muncul di dalamnya.

”Ini benar-benar modal sendiri sama sepupu. Karena pada saat Rudi datang dengan modal script, sudah jadi, yang ditulis oleh Titien. Menurut aku ini tantangan,” terang Tutie.

Dari sekian banyak kendala yang dipikirnya berat ternyata bukan permodalan, melainkan promosi. Sebagai produser, Tutie mengaku puas dengan karya Rudi itu. (bat)

No comments: